Hari ini saya hapus permanen akun Facebook saya. Sebenarnya, ini bukan pertama kali saya hapus akun Facebook. Ini adalah yang kedua kalinya.
Facebook ada sejak 2004. Banyak orang yang sudah memulai bermain Facebook. Saya masih tidak mau walaupun banyak yang meminta saya membuat akun Facebook. Namun pada 2009, saya bertemu seorang pria tampan dan sangat lucu di sebuah kota di Jawa Timur. Pria Jakarta itu kemudian menjadi sahabat saya dan jatuh hati pada saya. Untuk "menjauhi" dia, saya kembali ke kota halaman, dan dia pun sama. Untuk menjaga komunikasi, dia meminta saya membuat akun Facebook karena saat itu SMS lebih mahal dari komen-komenan atau chat di Facebook.
Pada tahun 2011, pria itu melamar saya. Karena orang tua tidak setuju, saya menolaknya. Dia pun mencari dan mendapatkan perempuan lain. Karena tujuan membuat Facebook ini sudah tidak ada lagi, saya hapus permanen akun Facebook saya.
Setelah lama tidak di Facebook, banyak teman-teman dan murid-murid saya mencari-cari saya di Facebook. Mereka ingin bertanya hal-hal seputar kehidupan mereka. Untuk memudahkan mereka berkomunikasi dengan saya, yang notabene saya tipe suka gonta-ganti nomor HP, saya buat akun baru demi mereka yang "membutuhkan" saya.
Waktu berjalan begitu saja hingga akhirnya saya menikah. Alat komunikasi yang lebih murah dari Facebook adalah WhatsApp. Kini orang-orang yang ingin berkomunikasi dengan saya, saya beri nomor WhatsApp saya. Sejak ada WhatsApp, saya merasa Facebook sudah tergantikan oleh WhatsApp. Saya sudah kembali jenuh dan ingin meninggalkan Facebook. Namun ada satu hal yang membuat saya bertahan dengan Facebook, yaitu saya ingin memastikan bahwa sahabat (pria) yang saya sayangi sudah mendapatkan jodohnya. Saya ingin melihat foto pernikahannya.
Sayangnya, foto yang saya tunggu-tunggu tidak kunjung hadir. Bahkan pada 19 Juni 2018 sahabat tersebut wafat dikarenakan penyakit di otaknya. Hilang sudah kebutuhan saya akan Facebook sebagai media sosial pertemanan saya. Teman yang paling saya sayang sudah tidak lagi menggunakan Facebook.
Sejak sahabat yang biasa saya sapa "Kak" ini kembali kepada sang Pencipta, saya deaktifasikan akun saya. Sudah tidak ada lagi orang yang ingin saya lihat statusnya dan tidak ada lagi orang yang menunggu status Facebook saya.
Hari ini saya bulatkan hapus kembali akun Facebook saya secara permanen. Selain karena alasan tidak ada lagi sahabat yang menanti kabar saya melalui status-status Facebook saya, Bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 menjadi penyebabnya.
Sejak bencana besar tersebut, banyak orang-orang mencari sanak saudara keluarga yang belum diketahui keberadaannya dengan mengupload foto-foto mereka. Banyak juga beredar foto-foto korban bencana tersebut tersebar di media sosial. Dengan melihat foto-foto ini, saya merasa tidak ingin foto-foto saya dipandang orang lain. Di Facebook, banyak sekali foto saya, baik yang sedang sendiri maupun dengan orang lain.
Selain alasan foto, alasan lain yang membuat saya mematikan Facebook secara permanen adalah status-status yang dibuat pada Facebook menunjukkan siapa kita di dunia. Saya buka beberapa akun korban bencana Palu. Ada yang mereka Insyaallah khusnul khotimah, ada juga sebagian mereka yang statusnya "menakutkan."
Kini, biarlah my life becomes my privacy. Komunikasi bisa dijalin seperti zaman dulu: silaturahim secara fisik. Menanyakan kabar bisa melalui telepon atau SMS yang hanya ada satu nomor. Biar saya nikmati hidup saya tanpa harus dilihat banyak orang, entah bahagianya atau menderitanya. Walaupun demikian, thank you, Facebook.
Komentar
Posting Komentar